Mencari Hari Baik Menurut Islam Bag.1
Jika anda bingung mententukan hari pernikahan secara Islami maka ada
baiknya anda membaca artikel pernikahan berikut ini yang di kutip dari
berbagai sumber, silahkan pahami lagi mengenai pemilihan hari baik
pernikahan menurut Islam dengan membaca artikel di bawah ini :
Pernikahan adalah satu ikatan yang membukakan banyak tabir keharamaan di
antara dua insan, dan merubahnya menjadi ladang ibadah yang penuh
barakah, halal dan syar’i. Bersentuhan antara dua insan nonmuhrim yang
pada awalnya haram, setelah melewati ritual pernikahan menjadi halal.
Jika sebelum terikat pernikahan, memandang atau saling memandang adalah
perbuatan yang diharamkan, maka setelah melewati prosesi pernikahan akan
menjadi ibadah yang dibutuhkan dan sangat dianjurkan. Pernikahan adalah
pembuka gerbang kehalalan bagi dua insan. Maka, jagalah pernikahan
dengan segala kesuciannya, jangan nodai pernikahan dengan
perkara-perkara yang dimurkai oleh Allah swt.
Syirik merupakan salah satu dosa terbesar yang tidak dapat diampuni oleh
Allah swt, kecuali dengan sebenar-benarnya taubat kepada Allah swt.
Namun, banyak sekali perbuatan-perbuatan syirik yang dilakukan seorang
muslim dalam kehidupan sehari-harinya. Ada yang sudah tahu namun menutup
telinga, dan ada juga yang terjerumus tanpa sepengetahuannya.
Salah satu tradisi bernilai syirik yang masih terus hidup dan berkembang
dalam kehidupan masyarakat muslim saat ini adalah “mencari atau
menanyakan hari baik” kepada orang tertentu (yang diyakini mengerti atau
dapat meramal) untuk melangsungkan pernikahan. Perlu diketahui, bahwa
menanyakan hari baik untuk melangsungkan pernikahan merupakan salah satu
bentuk syirik kepada Allah swt.
Datang kepada orang tua, yang dituakan, tokoh masyarakat, atau kyai
untuk bertanya dan mencari hari baik merupakan salah satu perbuatan
syirik, karena mengandung unsur meramal. Ini sama artinya dengan
mendatangi atau meminta bantuankepada TUKANG RAMAL atau DUKUN. Biasanya,
hari dan tanggal lahir kedua calon pengantin dihitung-hitung atau
diterawang lebih dahulu, dilihat dari primbon dan sebagainya. Kemudian
hasil terawangan menyatakan bahwa pernikahan harus dilaksanakan pada
hari dan tanggal sekian, jika pernikahan dilaksanakan pada hari-hari
yang lain akan mendatangkan musibah, misalnya kematian salah satu
pengantin, rezeki keluarganya akan sempit, keluarga sakit-sakitan, rumah
tangganya akan berantakan, dan sebagainya. Hal ini tentu saja sudah
mengarah kepada syirik.
Percaya dan menjalankan perbuatan ini sama artinya dengan mengatakan
bahwa dukun atau tukang ramal itu adalah lebih baik, lebih mengerti,
lebih kuasa, dan lebih hebat dari Allah swt. Dengan mempercayai dan
menjalankan perbuatan tersebut, sama saja kita telah mengatakan bahwa
perhitungan dan ucapan tukang ramal, dukun, dan primbon itu adalah lebih
baik dari pada Al Quran.
Dalam hal ini, orang tua tempat bertanya tentang hari baik itu sudah dikategorikan sebagai seorang DUKUN.
Mengenai siapakah yang dapat disebut sebagai dukun, Ibnul Atsir t
mengatakan: “Dukun adalah seseorang yang selalu memberikan berita
tentang perkara-perkara yang belum terjadi pada waktu mendatang dan
mengaku mengetahui segala bentuk rahasia. Memang dulu di negeri Arab
banyak terdapat dukun seperti syiqq, sathih dan selainnya. Di antara
mereka (orang Arab) ada yang menyangka bahwa dukun itu adalah para
pemilik jin yang akan menyampaikan berita-berita kepada mereka. Di
antara mereka ada pula yang menyangka bahwa dukun adalah orang yang
mengetahui perkara-perkara yang akan terjadi dengan melihat kepada
tanda-tandanya. Tanda-tanda itulah yang akan dipakai untuk menghukumi
kejadian-kejadian seperti melalui pembicaraan orang yang diajak bicara
atau perbuatannya atau keadaannya, dan ini mereka khususkan istilahnya
dengan tukang ramal, Seperti seseorang mengetahui sesuatu yang dicuri
dan tempat barang yang hilang dan sebagainya.” (An-Nihayah fii Gharibil
Hadits, 4/214)
Sedangkan Al-Lajnah Ad-Da`imah (Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi)
mengatakan: “Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui perkara-perkara
ghaib atau mengetahui segala bentuk rahasia batin. Mayoritas dukun
adalah orang-orang yang mempelajari bintang-bintang untuk mengetahui
kejadian-kejadian (yang akan terjadi) atau mereka mempergunakan bantuan
jin-jin untuk mencuri berita-berita. Dan yang semisal mereka adalah
orang-orang yang mempergunakan garis di tanah, melihat di cangkir, atau
di telapak tangan atau melihat buku untuk mengetahui perkara-perkara
ghaib tersebut.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 1/393-394)
Tidak ada seorang manusiapun di dunia ini yang dapat melihat hal-hal
yang ghaib (masa depan adalah salah satu perkara yang ghaib). Bahkan
Rasulullah saw, manusia termulia, kekasih Allah swt yang Maha Mengetahui
yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi saja tidak pernah meramal
atau meminta diramalkan mengenai masa depannya, lalu bagaimana mungkin
manusia yang penuh dengan dosa seperti kita ini dapat melakukannya?
(“Katakanlah : Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku (pula)
menolak kemudlaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku
mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya
dan aku tidak akan ditimpa kemudlaratan. Aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman”. (QS. Al A’raaf : 188).)
Dan satu hal yang perlu kita yakini adalah, seberapapun besar usaha
seseorang (dukun atau tukang ramal) untuk memberikan hari baik kepada
seseorang, jika memang Allah swt hendak memberikan musibah kepadanya,
maka tidak akan ada yang mampu untuk menghindar ataupun selamat darinya.
”Dimana kamu berada kematian akan mengejarmu kendatipun kamu berada dalam benteng yang kokoh ”. (An-Nissa : 78)
Di ayat lain, Allah juga berfirman: ”Katakanlah sesungguhnya kematian
yang kamu lari dari padanya akan menemui kamu kemudian kamu akan
dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata lalu
diberikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan ”. (QS. Al Jumua’ah : 8)
Untuk lebih meyakinkan mengenai haramnya perdukunan atau peramalan, berikut kami berikan beberapa dalil yang terkait:
“Katakan bahwa tidak ada seorangpun yang ada di langit dan di bumi
mengetahui perkara ghaib selain Allah dan mereka tidak mengetahui bila
mereka akan dibangkitkan.” (QS. An Naml : 65)
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang didaratan
dan dilautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan
bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis
dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Al An’am : 59)
“Jika Allah memintakan sesuatu kemudlaratan kepadamu, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya melainkan Dia. Dan jika Dia mendatangkan
kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan Dialah
Yang Berkuasa atas sekalian hamba-Nya, dan Dialah Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al An’am : 17-18)
“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w , beliau bersabda:’Barangsiapa
yang mendatangi kahin (dukun)) dan membenarkan apa yang ia katakan,
sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad
s.a.w.” (HR. Abu Daud).
“Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan disahihkan oleh Al-Hakim dari
Nabi saw dengan lafaz: ‘Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun
dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa
yang diturunkan kepada Muhammad saw .”
“Dari Imran bin Hushain ra.,dia berkata: ‘Rasulullah s.aw bersabda:
‘Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur
(menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan
lain-lain), yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir
atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan
membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir
terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad saw .” (HR.
Al-Bazzaar,dengan sanad jayyid).
“Orang yang mendatangi tukang ramal (paranormal) kemudian ia bertanya
kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40
malam”. (HR. Muslim dan Ahmad, dari sebagian isteri Nabi [Hafshah])
“Orang yang mendatangi dukun, kemudian membenarkan apa yang dikatakanya
atau mendatangi wanita yang sedang haidh, atau menjima’ istrinya dari
duburnya, maka sesungguhnya orang tersebut telah terlepas (kafir) dari
apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw”. (HR. Imam Ahmad,
Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
“Bahwa Rasulullah saw melarang pemanfaatan jual beli anjing, mahar
kedurhakaan (makhar perzinahan/pelacuran) dan memberi upah kepada
dukun”. (HR. Bukhari dan Muslin dari Abu Mas’ud)
“Kunci perkara ghaib itu ada lima, tidak ada seorangpun yang
mengetahuinya melainkan Allah Ta’ala : ‘Tidak ada seorangpun yang
mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Allah Ta’ala, dan tidak ada
seorangpun mengetahui apa yang didalam kandungan selain Allah Ta’ala,
dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat
kecuali Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui dibumi
mana dia akan mati selain Allah Ta’ala, dan tidak seorangpun mengetahui
kapan hujan akan turun kecuali Allah Ta’ala”. (HR. Imam Bukhari dan Imam
Ahmad dari Ibnu Umar)
Dari dalil-dalil di atas, jelas sekali bahwa Allah swt melarang kita
untuk mendatangi dukun atau tukang ramal. Dengan mendatangi dan
mempercayai mereka, berarti kita telah mengakui adanya kekuatan yang
dapat menembus perkara ghaib selain Allah swt. Maka kita telah melakukan
perbuatan syirik kepada Allah swt. Dan pada salah satu hadits di atas,
Rasulullah saw juga telah mengatakan dengan jelas bahwa dengan
mendatangi dan mempercayai dukun atau tukang ramal berarti kita telah
kufur kepada Allah swt.
Sungguh, aneh sekali orang-orang yang mengaku dirinya Islam dan hendak
melangsungkan pernikahan dalam syariat Islam, tapi masih menyandarkan
masa depan pernikahannya pada seorang dukun atau tukang ramal. Apakah
mereka berpikir bahwa dukun atau tukang ramal tersebut memiliki kekuatan
yang jauh lebih dahsyat dari Allah swt? Apakah mereka berpikir bahwa
dukun atau tukang ramal yang telah bersekutu dengan jin tersebut dapat
menghindarkan mereka dari malapetaka yang akan menimpanya?
Na’udzubillah! Tidak akan ada yang akan selamat dan menyelamatkan
manakala Allah swt telah menentukan satu musibah kepada seorang atau
sekelompok hamba. Dan tidak akan ada pula yang akan terluka atau
menderita sedikitpun, manakala Allah swt telah memutuskan untuk
memberikan pertolongan-Nya.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”(QS. Al
hadiid : 22 – 23).
Merujuk pada ayat di atas, jelaslah bahwa segala sesuatu bencana yang
terjadi itu merupakan suatu ketetapan yang telah tertulis di Lauh
Mahfuzh. Bukan dukun atau tukang ramal yang menyebabkannya, dan bukan
mereka pula yang akan menghilangkannya. Maka tidak ada satu pernikahan
yang mengalami kegagalan karena tidak mendatangi dukun atau tukang ramal
guna menanyakan hari baik. Tidak akan ada musibah dalam suatu
pernikahan, kecuali itu sudah tertulis di Lauh Mahfuzd, menjadi rahasia
Allah swt, dan tidak akan ada yang mampu untuk mengetahui ataupun
menghindarinya.
Pernikahan adalah gerbang pembuka halalnya satu ikatan antara seorang
lelaki dengan seorang perempuan. Pernikahan akan merubah berbagai banyak
perkara yang haram menjadi halal. Pernikahan merupakan media yang akan
membuang banyak nilai-nilai dosa dan maksiat menjadi nilai ibadah dan
pahala.
Saling memandang dan saling menyentuh antar pasangan yang telah
dihalalkan melalui ikatan pernikahan merupakan satu bentuk ibadah dan
tentunya segala bentuk ibadah adalah berpahala. Sedangkan saling
memandang dan saling menyentuh antar lawan jenis tanpa ikatan pernikahan
atau ikatan kemuhriman merupakan salah satu bentuk maksiat, dan tentu
saja segala bentuk maksiat akan menimbulkan dosa.
Subhanallah! Betapa indah dan mulianya nilai-nilai yang terkandung di
dalam sebuah pernikahan. Bahkan yang pada awalnya haram pun akan berubah
menjadi halal dan akan dihitung sebagai suatu ibadah.
Saudaraku, mari sama-sama kita jaga nilai-nilai kemuliaan pernikahan dan
akidah islam kita dengan menjauhkan diri dari segala bentuk perbuatan
syirik dan menyekutukan Allah swt. Serahkan semuanya kepada Allah swt.
Menikahlah dengan niat untuk beribadah kepada Allah swt, dan
laksanakanlah pernikahan tersebut dengan cara-cara yang telah ditetapkan
oleh Allah swt di dalam syariat Islam. Memohon dan memintalah
pertolongan hanya kepada Allah swt untuk mendapatkan pernikahan yang
selamat, yang penuh dengan barakah, sakinah, mawaddah, warrohmah. Karena
Allah swt yang Mengatur dan Memiliki segala sesuatu yang ada di langit
dan di bumi, serta yang ada diantara keduanya.
“Hanya kepadaMu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMu-lah kami meminta tperolongan.” (QS. Al-Fatihah:5)
Wallahua’lam
www.syahadat.com
Mencari hari baik menurut Islam?? Bagian.2 ( Selesai )
Mencari sesuatu yang lebih baik atau yang terbaik bukanlah satu hal yang
dilarang di dalam ajaran agama Islam. Justru Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk senantiasa menjadi yang terbaik dan memberikan hasil yang
terbaik. Namun, memberi atau mencari sesuatu yang lebih baik atau yang
terbaik tentunya tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan syariat Islam, terlebih lagi dengan cara-cara yang
bertentangan dengan syariat Islam.
Menikah merupakan salah satu fenomena yang senantiasa diharapkan oleh
setiap manusia yang berakal dan berjiwa sehat. Menikah merupakan salah
satu di antara dua jalan terbaik yang diajarkan di dalam Islam untuk
menanggulangi bahaya hawa nafsu, yaitu nafsu biologis atau nafsu
syahwat. Jalan lainnya yang diajarkan di dalam ajaran Islam adalah
dengan melakukan puasa (shaum). Tidak ada jalan lain yang lebih baik
dalam pandangan Islam untuk melindungi diri dari fitnah nafsu syahwat.
Nafsu syahwat merupakan salah satu musuh manusia yang paling berat. Oleh
karena itu, Islam menganjurkan kepada umatnya yang telah memiliki
kemampuan untuk menikah agar segera menikah, tidak menunda-nundanya.
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN
MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya)
dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32)
“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk
kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang
belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu
bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
“Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia
nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara”
(HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu
dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan
perempuan terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)
“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian
diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan
rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)
“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
“Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak.
Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak”
(HR. Abu Dawud)
“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan
perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya
jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
Demikian vitalnya hikmah, manfaat dan maslahat yang dapat diperoleh dari
nikah, hingga Rasulullah saw pun mencela orang-orang yang tidak mau
menikah (membujang tanpa adanya alasan yang syar’i). Melalui beberapa
sabdanya, Rasulullah saw mengatakan:
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)
“Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan
kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih
hidup membujang” (HR. Abu Yahya dan Thabrani)
Islam adalah agama yang mudah, yang memberikan kemudahan kepada seluruh
umatnya. Sehingga ketika ada peraturan yang diberikan oleh Allah swt
melalui ajaran Islam, maka peraturan itu tidak akan bersifat
memberatkan, terlebih lagi jika aturan atau perintah yang diberikan
tersebut memiliki peranan dan manfaat yang sangat penting bagi umat-Nya.
Ketika Allah swt menetapkan bahwa nikah adalah salah satu dari dua
jalan keluar yang diajarkan di dalam Islam untuk melawan serangan hawa
nafsu maka Allah swt pun telah turut memberikan kemudahan kepada
umat-Nya untuk menikah.
Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam sebuah akad nikah oleh
seorang laki-laki sebagai penghalal hubungan suami istri adalah harus
memberikan mahar kepada calon istri. Tanpa adanya mahar, maka keduanya
belum halal atau pernikahannya belum dikatakan sah. Maka dalam hal ini
Allah swt melalui ajaran Islam memberikan kemudahan kepada pihak
laki-laki berupa kemurahan nilai mahar. Islam mengajarkan kepada umat
muslimah untuk tidak meninggikan atau mensyaratkan mahar yang bernilai
tinggi, yang akan berakibat menyulitkan pihak laki-laki atau pernikahan
itu sendiri. Berikut sabda Rasulullah saw mengenai perintah untuk
merendahkan nilai mahar kepada wanita.
“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan
maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
“Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di
dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi
wali pernikahannya.” (HR. Ashhabus Sunan)
Dalam hal ini, Allah swt juga telah berfirman, yang artinya:
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” ( An Nisaa : 4)
Merujuk pada urgensi nikah yang telah dipaparkan di atas, maka memang
tidak ada salahnya jika akhirnya banyak orang selalu mengawali
pelaksanaan akad nikah mereka dengan kesibukan mencari hari baik.
Tidak ada salahnya untuk mecari haik, namun pada dasarnya Islam tidak
mengajarkan hal ini. Karena dalam kacamata Islam, seluruh hari adalah
baik, tidak ada hari yang buruk, terlebih lagi hari yang dapat
memberikan keburukan atau malapetaka. Tidak ada dalil yang secara jelas
dan detail di dalam ajaran Islam baik dalam bentuk firman Allah swt
maupun hadits Rasulullah saw. Islam juga tidak mengajarkan kepada
umatnya untuk mencari hari baik dalam melangsungkan akad nikah atau
pernikahan.
Kenapa pada artikel sebelumnya (Pernikahan: Mencari Hari Baik), penulis
lebih memfokuskan permasalahan pada praktek perdukunan atau peramalan?
Karena, praktek itulah yang saat ini banyak sekali dan masih berkembang
di dalam kehidupan umat muslim. Sekali lagi penulis mengatakan bahwa
tidak ada salahnya untuk seseorang mencari yang terbaik atau lebih baik.
Namun, ketika cara yang dilakukan itu mengarah pada pertentangan
terhadap syariat Islam, maka tentu saja hukumnya adalah haram. Dan
itulah yang saat ini banyak terjadi di dalam kehidupan umat Islam.
Mereka harus mendatangi orangtua atau orang pintar untuk mencari hari
baik, untuk pelaksanaan akad nikah. Orang pintar atau orang tua itulah
yang secara tidak langsung, mau atau tidak mau dalam kacamata Islam akan
mendapat sebutan sebagai dukun atau paranormal (yang tentu saja
diharamkan).
tanggal lahirSeseorang yang disebut sebagai orang tua atau orang pintar
tadi akan menghitung-hitung atau meramalkan hari baik untuk calon
pengantin yang biasanya melalui tanggal lahir kedua calon kedua
pengantin. Kemudian, si orang tua atau orang pintar akan mengatakan
“Pernikahannya harus dilaksanakan pada hari ini atau ini, bulan ini atau
bulan ini”. Jika dilaksanakan pada hari atau bulan selain yang telah
ditunjukkan oleh orang pintar atau orang tua itu maka akan terjadi
musibah pada kedua pengantin atau kepada keluarga pengantin, berupa
kematian, rezekinya seret, dan lain-lain. Tentu saja hal ini sangat
jelas menggambarkan bentuk kesyirikan.
Lepas dari pembahasan mencari hari baik sebagai bentuk perdukunan
(karena telah dibahas pada artikel yang lalu “Pernikahan: Mencari Hari
Baik”), di sini penulis akan sedikit memberikan gambaran bagaimana
menentukan hari yang baik, yang tentunya tidak bertentangan dengan
syariat Islam, terlebih lagi mengarah kepada perdukunan atau
kemusyrikan.
Sebelumnya, penulis kembali mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada dalil
yang secara jelas dan detail yang mengatur mengenai hari yang tepat atau
hari baik untuk melakukan akad nikah. Dengan demikian, tidak ada pula
ajaran untuk mencari hari baik di dalam Islam. Karena, pada dasarnya
semua hari itu adalah baik, semuanya telah diciptakan oleh Allah swt.
Namun, sebagai umat Islam kita memiliki seorang suri tauladan terbaik
yang bisa dijadikan panutan dalam menjalani seluruh aspek kehidupan.
Kita memiliki Rasulullah Muhammad saw yang merupakan suri tauladan yang
terbaik, Uswatun Hasanah bagi seluruh umat manusia, khususnya bagi umat
muslim itu sendiri.
Memang benar bahwa Rasulullah saw juga tidak pernah mengeluarkan sabda
yang mengajarkan atau memerintahkan umatnya untuk memilih hari tertentu
untuk melaksanakan akad nikah. Namun sebagai suri tauladan yang terbaik,
hanya dialah yang patut kita jadikan panutan. Demikian pula mengenai
masalah hari baik untuk akad nikah ini, sudah sepatutnyalah kita
mengikuti jejak beliau Rasulullah saw. Karena sesuai perintah Allah swt
di dalam Al Quran yang memerintahkan kepada kita untuk mengikuti
Rasulullah saw, yang merupakan salah satu tanda cinta kepada Allah swt.
Allah swt berfirman:
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imraan: 31)
Demikianlah Allah swt memerintahkan umatnya untuk senantiasa mengikuti
Rasulullah saw. Berdasarkan firman Allah swt tersebut di atas, maka
sudah sepatutnyalah kita mengikuti beliau juga dalam menentukan hari
atau waktu untuk akad nikah.
Dalam hal ini sederhana saja, bahwa Rasulllah saw telah menikahi
beberapa dari istri beliau pada bulan yang sama, yaitu jatuh pada bulan
Syawal. Dan jika kita menginginkan hari yang baik maka ikutilah jejak
beliau, yaitu menikah pada bulan Syawal. Meskipun kita tidak tahu dengan
pasti apa hikmah menikah di bulan Syawal yang telah dilakukan oleh
Rasulullah saw, namun Insya Allah itulah jalan terbaik yang diridhai
oleh Allah swt. Dan dengan mengikuti jejak Rasulullah saw ini, yang
pasti akan menghindarkan kita dari perkara musyrik.
Anehnya, banyak dari umat muslim itu sendiri yang menganggap bulan
Syawal sebagai salah satu bulan yang tidak baik untuk melangsungkan
pernikahan. Padahal, Rasulullah saw sendiri pun telah menikah pada bulan
Syawal beberapa kali (dengan beberapa istri beliau yang salah satunya
adalah Aisyah binti Abu Bakar RA).
Anggapan atau mitos tersebut hingga kini masih terus berkembang di dalam
kehidupan umat muslim. Mereka terus melanggengkan anggapan yang tidak
ada dalilnya sama sekali di dalam ajaran Islam. Di sini tentu saja
mereka telah terjatuh pada perkara yang telah disebutkan di dalam Al
Quran sebagai berikut:
“Mereka menjawab: ‘(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian.’” (QS. Asy Syu’araa: 74)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah,’ mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami.’ ‘(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?’”
(QS. Al Baqarah: 170)
“Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan
Allah dan mengikuti Rasul.’ Mereka menjawab: ‘Cukuplah untuk kami apa
yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.’ Dan apakah mereka itu
akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS. Al
Maidah: 104)
Na’udzubillah! Semoga kita dapat terhindar dari perkara tersebut.
Di sini penulis mengakhiri dengan “wa tawaa shaubilhaq wa tawa
shaubishshabri”. Marilah ilmu yang sekelumit ini kita aplikasikan mulai
dari diri dan keluarga kita. Mari kita tuntun kelaurga kita menuju
Islam yang seutuhnya.
Demikian. Wallahua’lam.
Sekarang sudah sedikit lebih tahu kenapa artikelnikah.com memberikan
tanda tanya dua kali untuk pemilihan hari baik menurut Islam.
Penulis : nurdiyon
http://naunganislami.wordpress.com